Analisa Arfian – Pakar Cyber Crime & Keamanan Siber, Founder Bahu Prabowo, Ketua Umum Pasukan 08
Pembukaan Singkat
Di tengah dunia yang serba digital, kejahatan siber tidak lagi dilakukan oleh orang asing yang misterius. Banyak pelaku justru berasal dari lingkungan biasa, bahkan anak muda yang awalnya hanya “iseng”. Memahami cara pikir mereka penting, bukan untuk membenarkan tindakan mereka, tetapi agar masyarakat lebih siap melindungi diri dan aparat lebih tepat melakukan pencegahan.
Bagaimana Pelaku Cyber Crime Berpikir?
Dalam banyak kasus, pelaku kejahatan siber tidak langsung muncul sebagai “penjahat profesional”. Ada beberapa pola umum:
1. Motivasi: Uji Keterampilan Hingga Mencari Uang Cepat
Awalnya mencoba membobol sistem hanya untuk membuktikan kemampuan.
Berlanjut ketika mereka menyadari bahwa data pribadi, akun, atau akses digital bisa dijual dan menghasilkan uang.
Di titik ini, banyak yang masuk ke wilayah kriminal tanpa merasa sedang melakukan tindak pidana.
2. Merasa Tidak Mudah Tertangkap
Pelaku kejahatan siber sering menganggap dunia digital adalah ruang gelap.
Mereka beranggapan:
Identitas bisa disembunyikan.
Jejak digital mudah dihapus.
Negara tidak punya kemampuan menelusuri.
Padahal, dalam UU ITE dan KUHP, setiap aktivitas digital selalu punya jejak forensik yang bisa dilacak oleh aparat.
3. Menganggap Korban Tidak Akan Melapor
Banyak pelaku memilih korban yang minim pengetahuan teknologi:
UMKM
Pengguna internet pemula
Korban yang takut repot atau malu
Mereka memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat untuk melakukan phishing, social engineering, dan pencurian data.
Sudut Pandang Hukum: Apa yang Mereka Langgar?
Beberapa aturan yang sering dilanggar pelaku antara lain:
1. Akses Ilegal (Pasal 30 UU ITE)
Masuk ke sistem tanpa izin:
login ilegal
membobol wifi
mengakses dashboard sistem pihak lain
2. Pencurian Data (Pasal 32 – 34 UU ITE)
Mengambil, memindahkan, atau menyebarkan data tanpa izin.
3. Penipuan Online (Pasal 378 KUHP & Pasal 28 UU ITE)
Termasuk jual beli fiktif, phising, penipuan investasi, hingga impersonation.
4. Kerugian Masyarakat (Pasal 36 UU ITE)
Jika tindakan pelaku menyebabkan kerugian ekonomi, hukumannya lebih berat.
Semua poin di atas menjelaskan bahwa meskipun dilakukan secara digital, konsekuensinya tetap nyata.
Contoh Sederhana: Kasus Anak Muda yang Menyadari Terlambat
Arif, 19 tahun, awalnya belajar hacking dari forum. Tujuannya hanya “uji coba”.
Lama-kelamaan ia mulai menjual akun hasil retasan. Ketika satu korban melapor karena saldo e-wallet hilang, jejak forensik digital mengarah padanya.
Kasus seperti Arif banyak terjadi: pelaku tak selalu berniat jahat sejak awal, tetapi minimnya pemahaman hukum menjerumuskan mereka.
Analisa Arfian – Pakar Cyber Crime dan Keamanan Siber
Arfian memberikan beberapa pandangan penting:
1. Pelaku Cyber Crime Tidak Hebat, Hanya Eksploitasi Celah Dasar
Menurut Arfian, 70% kejahatan siber terjadi bukan karena pelaku sangat pintar, tapi karena:
Korban tidak mengaktifkan autentikasi ganda.
Password mudah ditebak.
Perangkat tidak di-update.
Artinya, pencegahan sederhana bisa menurunkan risiko secara drastis.
2. Motif Terbesar Bukan Ideologi, Tapi Ketidakmatangan
Arfian melihat banyak pelaku yang awalnya hanya ingin terlihat “keren secara digital”.
Namun karena berada di komunitas yang membenarkan perilaku itu, akhirnya masuk ke wilayah kejahatan.
3. Semua Aksi Digital Pasti Meninggalkan Jejak
Arfian menjelaskan:
“Orang mengira VPN membuat mereka aman. Padahal, log aktivitas, alamat IP, pola akses, fingerprint device—semua bisa ditelusuri.”
4. Edukasi Adalah Solusi Terbesar
Arfian menegaskan bahwa pencegahan paling efektif adalah:
literasi digital sejak sekolah
edukasi hukum yang sederhana
kampanye perlindungan data pribadi
pendampingan bagi UMKM agar tidak mudah ditipu digital
Apa yang Bisa Dilakukan Masyarakat?
Beberapa langkah praktis yang dapat diterapkan sehari-hari:
1. Amankan Akun Digital
Gunakan password kuat.
Aktifkan autentikasi 2FA.
Jangan ulang password di banyak platform.
2. Lindungi Data Pribadi
Jangan pernah bagikan:
OTP
PIN
foto identitas
data bank
Bahkan kepada orang yang mengaku “admin resmi”.
3. Cek Legalitas Jika Ada Transaksi Digital
Pastikan:
nomor rekening tersertifikasi
platform resmi
bukti transaksi valid
tidak tergesa-gesa mengikuti instruksi
4. Laporkan Jika Menjadi Korban
Hubungi:
Polisi Cyber (Patrol Siber)
Layanan Aduan Kominfo
Bank/penyedia layanan terkait
Hotline Pasukan 08 DPD Jawa Timur & Bahu Prabowo : 087783923593
Melapor adalah langkah penting agar pelaku tidak mengulangi kejahatannya.
Penutup
Memahami cara pikir pelaku cyber crime bukan untuk memaafkan tindakan mereka, tetapi untuk melindungi masyarakat agar tidak menjadi korban. Dunia digital membutuhkan keberanian, ketelitian, dan edukasi. Selama rakyat mendapat informasi yang jelas dan mudah dipahami, ruang gelap bagi pelaku akan semakin sempit.
Semangat Bahu Prabowo adalah keberpihakan pada rakyat kecil dan perjuangan menghadirkan keadilan. Di ruang digital sekalipun, prinsip itu tetap relevan: keadilan tidak lahir dari teknologi, tetapi dari keberanian memahami, melapor, dan melindungi diri.
Sumber : Pasukan 08 Cyber Crime & Badan Hukum Prabowo (Bahu Prabowo).
(Red).




